Wartawan amplop: Mereka adalah wartawan beneran, dengan kata lain memiliki media tempat bekerja. Mereka selalu menerima, bahkan terkadang mencari uang dari narasumber. Pokoknya, mereka punya hobi mencari keuntungan pribadi dengan status kewartawanannya.
Menurut Zaenudin HM (The Journalist, 2001, hal 62) itu julukan negatif bagi wartawan yang melanggar kode etik jurnalistik, yakni yang menerima uang maupun hadiah-hadiah dari narasumber.
– WTS: ‘wartawan’ tanpa surat kabar. Biasanya disematkan pada orang yang mengaku-ngaku sebagai wartawan, tetapi sebenarnya dia tidak bekerja untuk media manapun. Tapi, ada juga yang punya ID card, bikinan sendiri. Tujuannya untuk meyakinkan narasumber demi mencari keuntungan pribadi.
– Wartawan bodong: artinya sama dengan WTS
– Wartawan gadungan: artinya sama dengan WTS. Di daerah tertentu, disingkat wargad.
– Wartawan bodrek atau bodrex: artinya sama dengan WTS. Tetapi, kebanyakan orang mencap mereka sebagai orang yang sering memaksa nara sumber untuk memberi uang atau proyek tertentu. Seorang wartawan senior di Bandung, Chevy Ganda, mengungkapkan istilah ini muncul tahun 1980-an. “Dulu kan ada iklan obat sakit kepala Bodrex. Di iklan itu ada yang namanya pasukan Bodrex. Kerjanya beramai-ramai. Di iklan itu kan ada slogan Bodrex datang Bodrex menyerang. Nah, kerja mereka seperti itu, datang dan menyerang narasumber,” kata Chevy yang dikutip dari laman Okezone.
Menurut Zaenudin HM (The Journalist, 2001, hal 64) sebetulnya tidak pantas disebut wartawan karena mereka tidak menjalankan tugas-tugas jurnalistik sebagaimana umumnya yang dilakukan wartawan. Embel-embel kata wartawan terlanjur digunakan karena mereka sering mengaku sebagai wartawan. mereka tidak bekerja untuk media manapun. Mereka hanya berpura-pura jadi wartawan.
– Wartawan corong: ini biasanya istilah yang disematkan untuk wartawan yang benar-benar tunduk pada narasumber. Ia mengemas berita sesuai dengan keinginan atau arahan narasumber yang telah memberinya amplop.
– Kapsul: kata ini sering dipakai oleh wartawan untuk menyebut ‘wartawan’ bodrek. Tujuannya agar bodrek tidak tersinggung.
– Muntaber: kata ini sering dipakai untuk bahan bercandaan wartawan. Misalnya datang ke redaksi, tanpa bahan berita. Maka disebut muncul tanpa berita.
– Korlap: koordinator lapangan. Wartawan yang mengkoordinir teman-temannya untuk melakukan suatu liputan. Biasanya istilah ini dikaitkan dengan benefit liputan, dia bertugas untuk memastikan adanya amplop.
– Jale: ini kata lain dari istilah amplop. Asal katanya jala atau menjala yang berguna untuk menangkap ikan di sungai atau empang. Kalau dibahasakan dengan bahasa Betawi jadi jale atau menjale. Nah, jadilah plesetan benefit yang didapat saat menjalankan profesi jurnalis. Awalnya sih ini dimaksudkan untuk menjelaskan proses mencari amplop.
– Suel: ini juga istilah yang dipakai sebagian wartawan di Karanganyar untuk menyebut jale.
– Pacah: ini plesetan istilah amplop di Padang, Sumatera Barat.
– Prengke: ini istilah amplop terbaru di Padang. hehehe..
–THR: kependekan dari tunjangan hari raya. Ini juga sering jadi plesetan untuk uang amplop dan jale, khususnya di hari raya.
– Ngarit: artinya proses mencari amplop. Ini digunakan di salah satu daerah di Jawa Barat.
– Nanduk: ini juga kata lain dari jale. Tetapi artinya lebih ke bagaimana mencari jale. Dipakai oleh wartawan di salah satu daerah di Tanah Air.
– Peluru: ini juga plesetan untuk menyebut amplop. Tapi biasanya hanya dipakai oleh wartawan di instansi tertentu saja.
– 86: biasanya diucapkan anggota polisi di radio HT begini: lapan anam. Ini merupakan kata sandi atau kode percakapan anggota polisi. Kira-kira, artinya ialah dimengerti atau dipahami. Sebuah informasi (taruna) dapat dimengerti. Tapi, sebagian wartawan memplesetkannya menjadi kata perdamaian, damai, peace. Ada juga yang mengartikannya sebagai kata untuk menyebut benefit atau amplop yang mereka dapat dari narasumber.
– Jelas: benefit dari narasumber sudah pasti ada dan pasti akan didapat oleh oknum-oknum wartawan yang sangat menginginkannya.
– Aman: benefitnya atau pemberian amplop dari narasumber sudah di tangan wartawan atau sudah ditangan korlap wartawan.
– Amankan: ini beda pengertiannya dengan aman. Amankan, artinya wartawan menutupi kasus tertentu atau sengaja tidak memberitakannya karena yang bersangkutan sudah menerima amplop.
– Cair: amplop atau jalenya sudah dibagi-bagikan kepada wartawan. Atau bisa juga amplopnya sudah sampai ke tangan wartawan. Artinya mirip-mirip juga dengan aman.
– Partun: partai tunda. Maksudnya, narasumber atau humas baru memberikan amplop bila beritanya sudah tayang atau terbit.
– Seliter: Rp100 ribu.
– Setiang: benefitnya atau amplopnya yang diterima oknum wartawan berisi Rp100 ribu.
– Gocer: gocap ceria. Rp50 ribu.
– Ceper: cepek ceria. Rp100 ribu.
– Normatif: jumlah benefitnya tidak lebih tidak kurang atau seperti biasanya.
– Kering: acara yang diliput tidak menghasilkan benefit alias tidak ada amplop-nya.
– Centong kaleng: plesetan untuk mengatakan humas atau narasumber yang pelit untuk memberi amplop.
– Jumat ceria: hari dimana oknum-oknum wartawan berkumpul untuk menerima amplop dari narasumber tertentu. Ini hanya berlaku di daerah tertentu.
– Arahan: arti formalnya ialah instruksi atau petunjuk. Sebagian wartawan sering memplesetkannya sebagai ajakan dari narasumber untuk melakukan hal yang menyenangkan, misalnya makan-makan.
– Absen: suatu tanda kehadiran di salah satu acara. Nah, sebagian wartawan sering mengaitkannya dengan aktivitas ngamplop. Hanya yang absen yang dapat amplop.
– Kloning: wartawan yang tidak ikut meliput berita, tetapi dia hanya minta data dari teman yang meliput. Lalu dia membuat berita yang seakan-akan dia ikut meliput.
– Barbuk: kependekan dari barang bukti. Dalam masalah kriminal, di kepolisian misalnya, barbuk ini merupakan elemen penting untuk pengungkapan. Barbuk bisa bercerita apa saja. Nah, saking ampuhnya, kata ini juga jadi pleseten bagi sebagian wartawan amplop. Tulisan berita hasil wawancara narasumber atau foto, misalnya, bisa jadi barbuk untuk mendapatkan amplop dari narasumber atau orang yang berkepentingan. Ada barbuk, maka ada amplop.
– Sopoi: ini juga kata lain dari amplop. Umumnya kata ini dipakai di daerah Kalimantan Barat.
– Pantulan: memantulkan. Ini merupakan kata lain dari bagi-bagi informasi antara satu wartawan dengan wartawan lainnya.
– Pucuk: Ini bukan iklan minuman teh. hehe. Tapi, ini istilah untuk mengatakan uang dari narasumber. Istilah ini berlaku di daerah Sumatera.
– Rebon: Kata ini juga dipakai untuk mengistilahkan amplop di kalangan wartawan yang bertugas di salah satu instansi.
– Beras: Artinya sama seperti Rebon. Amplop.
– Cepu: ini adalah istilah yang sering dipakai di kepolisian. Artinya mata-mata atau informan. Nah, istilah ini juga sering dipakai wartawan untuk menyebut orang dalam kepolisian yang memberikan informasi tentang suatu peristiwa atau berita.
– Taruna: Ini juga bahasa dalam radio HT polisi, seperti Cepu. Taruna artinya berita. Biasanya, istilah ini dipakai oleh wartawan kriminal.
– Liputan Harum: maksudnya ialah liputan yang ada jale atau amplop untuk wartawan yang hadir.
– Poh-poh: maksudnya, isi amplopnya banyak. Asalnya dari bunyi ketika orang menaruh gepokan uang. Buk-buk. Ini berlaku di salah satu daerah di Tanah Air saja.
– Sret-sret: nah kalau ini lawan dari poh-poh. Sret-sret sebutan untuk wartawan amplop yang mengatakan isi amplopnya sedikit. Ini juga hanya berlaku di salah satu daerah.
– Suntik: ini cara wartawan di salah satu daerah memplesetkan kata amplop. Asal muasalnya adalah dari kasus pengalaman orang sakit, kalau orang sakit ke dokter, biasanya dia disuntik.
– Kir: ini kata lain dari amplop di sebagian kalangan wartawaninfotainment. Jadi, ini plesetan uang kelayakan.
– Artisan (atau sering disebut jurnalis tuyul). Ini pencari berita yang hanya dikontrak secara lisan oleh koresponden suatu media dengan sistem gaji suka suka koresponden atau berdasarkan kesepakatan mereka tanpa sepengetahuan perusahaan.
– Wartawan CNN: ini istilah yang mirip dengan muntaber (muncul tanpa berita). Istilah muncul karena kekesalan wartawan yang beritanya tidak diterbitkan oleh redaksinya, padahal dia sudah wawancara panjang lebar dengan narasumber. Jadinya ya, Cuma Nanya-Nanya.
– BD: Bandar. Ini kata lain untuk orang yang memegang amplop di suatu tempat liputan. Biasanya setelah liputan selesai, wartawan amplop akan menemui atau mencari-cari orang ini. Ahaaayyy
– Jals: Ini aslinya jale. Tapi, sebagian wartawan sekarang meyebutnya jals. Katanya, biar lebih gaul.
– Operasi batok : operasi untuk mencari amplop.
– Operasi jiboti : maksudnya sama dengan operasi batok.
– Kalai : ini kata lain dari jale. Alias lapan anaaam.
– Tek – Tek : Ini terkenal di Surabaya. Tek-tek, meminjam kata dari tahu tek, makanan khas Surabaya. Artinya, begitu meja si narsum diketek (diketuk), pasti tahu ujung-ujungnya soal uang.
– KJ: Kagak jelas, meeen. Maksudnya, di suatu acara atau setelah wawancara narasumber, ternyata tidak ada amplopnya alias mengecewakan.
– CNN: cuma nanya-nanya. Artinya, wartawan yang medianya tak jelas kapan terbitnya, tetapi yang bersangkutan rajin sekali wawancara narasumber.
– Sopu: artinya sapu. Di kalangan korlap wartawan 86, biasanya mengatakan itu untuk mengamankan amplop dari narasumber.
– Vitamin: artinya dalam suatu kesempatan liputan, ada uang yang bisa didapat si wartawan.
– Aduh: menurut seorang korlap 86 senior dari salah satu daerah, ini artinya uang sudah disiapkan narsum untuk wartawan. “Lebih kerennya dibilang Ada Aduhnya,” ujar korlap itu.
– Wartawan punggung: wartawan yang punya kebiasaan berada di belakang narasumber dan tak pernah bertanya. Biasanya, ia sengaja supaya tersorot kamera televisi sehingga bosnya di redaksi tahu.
– Segalon: istilah ini dikenal di Ibukota. Segalon artinya nilai amplopnya Rp 1 juta.
– Gergaji: artinya, korlap wartawan memotong jatah amplop sebelum dibagikan kepada teman-teman wartawan lainnya.
referensi:
http://singkatcerita.blogspot.com/2011/01/kamus-ke-wartawan-amplop.html
tinggalkan pesan